Lembaga
Kemasyarakatan
Istilah lembaga kemasyarakatan dalam bahasa inggris adalah social
institution. Namun social institution
juga diartikan sebagai pranata sosial.
Dalam hal ini dikarenakan mengatur perilaku para anggota masyarakat. Menurut
koentjoroningrat, lembaga kemasyarakatan adalah suatu norma khusus yang menata
suatu tindakan yang berpola untuk keperluan bagi manusia
dalam kehidupan bermasyarakat. dengan kata lain lembaga adalah proses yang
terstruktur (tersusun) untuk melaksanakan berbagai kegiatan dengan norma
tertentu. Serta menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk
memenuhi kebutuhan. Menurut Paul Horton dan Chester L. Hunt, lembaga
kemasyarakatan adalah sistem norma-norma sosial dan hubungan-hubungan yang
menyatukan nilai-nilai dan prosedur-prosedur tertentu dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat. Menurut Peter L. Berger, lembaga kemasyarakatan
adalah suatu prosedur yang menyebabkan perbuatan manusia ditekan oleh pola
tertentu dan dipaksa bergerak melalui jalan yang dianggap sesuai dengan
keinginan masyarakat.
Sehingga kesimpulannya, lembaga masyarakat adalah lembaga yang
dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta
dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam kaiadah negara
kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila, yang terdiri dari
organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi
swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk
organisasi lainnya.
Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
Tujuan lembaga
kemasyarakatan adalah sebagai berikut :
1.
Memberikan
pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkahlaku atau bersikap di dalam
menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan
pokok.
2.
Menjaga
kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
3.
Memberikan
pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control),
artinya, sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku
anggota-anggotanya.
Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. mula-mula
norma-norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja. namun lama kelamaan
norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli,
seorang perantara tidak harus diberi bagian keuntungan. Akan tetapi, lama
kelamaan terjadi kebiasaan bahwa
perantara harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung
itu, yaitu pembeli ataukah penjual. norma-norma yang ada didalam masyarakat,
mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang
sedang sampai yang terkuat daya ikatnya.menurut maclver dan page, kebiasaan
merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya,
dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai
cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur,
maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.tata kelakuan
mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan
sebagai alat pengahas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat
terhadap anggota-anggotnya. tata kelakuan disuatu pihak memaksakan suatu
perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat
agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata
kelakuan tersebut.
Tata kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut :
1.
Tata
kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu.
2.
Tata
kelakuan juga merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang
anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan.
3.
Tata
kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata
kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata
kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak mengusahakan agar
masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
4.
Tata
kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat.
Seperti telah diuraikan di atas, setiap masyarakat mempunyai tata
kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dengan wanita, yang berlaku
bagi semua orang, dengan semua usia, untuk segala golongan masyarakat, dan
selanjutnya. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antara
anggota-anggota masyarakat itu. Tata kelakuan yang kekal serta kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan
mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang
melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang
secara tidak langsung diperlakukan. Norma-norma tersebut di atas, setelah
mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga
kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalitation),
yaitu suatu proses yang dilekatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi
bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu
oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan antara lembaga
kemasyarakatan sebagai peraturan (operative social institutions) dan yang
sunguh-sungguh berlaku (operative social institutions).Lembaga kemasyarakatan
dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta
mengatur perilaku orang-orang, misalnya lembaga
perkawinan mengatur hubungan antara wanita dengan pria. Lembaga
kemasyarakatan dianggap sungguh-sungguh berlaku apabila norma-normanya
sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan
yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga
kemasyarakatan. Norma-norma tertentu sudah mulai melembaga apabila diketahui,
namun taraf pelembagaan rendah.
Misalnya, apabila seorang pasien sudah mengetahui mengenai norma-norma yang
merupakan patokan perilaku di dalam hubungannya dengan seorang dokter, norma
tersebut sudah mulai melembaga pada taraf terendah. Taraf pelembagaan akan meningkat apabila suatu
norma dimengerti oleh manusia yang
perilakunya diatur oleh norma tersebut. Dengan sendirinya di samping
mengetahui, maka seharusnya manusia juga memahami mengapa ada norma-norma
tertentu yang mengatur kehidupan bersamanya dengan orang lain.
Apabila manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya, maka akan timbul kecenderungan
untuk menaati norma-norma tersebut.
pentataan tersebut merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan
norma-norma yang bersangkutan. Apabila norma tersebut diketahui, dimengerti,
dan ditaati, maka tidak mustahil bahwa norma tersebut kemudian dihargai.
Penghargaan tersebut merupakan kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang
lebih tinggi lagi.Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja,
tetapi dapat berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan
tidak hanya menjadi institutionalited dalam masyarakat, tetapi menjadi
internalited. Maksudnya adalah suatu taraf perkembangan di mana para anggota
masyarakat dengan sendirinya ingin
berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya mematuhi
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mendarah daging
(internalited). kadang-kadang dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang
mengatur pribadi manusia dan hubungan antar pribadi. Kaidah-kaidah pribadi
mencakup norma kepercayaan yang bertujuan agar manusia beriman, dan norma
kesusilaan bertujuan agar manusia mempunyai hati nurani yang bersih. Kaidah
antar pribadi mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan
bertujuan agar manusia bertingkah laku
dengan baik di dalam pergaulan hidup. Norma hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup
bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu
lainnya (misalnya seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada
kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh
individu terhadap suatu kelompok sosial (Misalnya, seorang dosen pada perguruan
tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa
di dalam perkuliahan). Seterusnya pengendalian sosial dapat dilakukan oleh
suatu kelompok terhadap kelompoklainnya, atau oleh suatu kelompok terhadap
individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial yang dapat terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, walau sering kali manusia tidak menyadari. Dengan
demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu
sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui
keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan. Dari sudut sifatnya
dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan
kedua-duanya. Preventif merupakan suatu usaha
pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara
kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha
preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal,
dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para
warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang
berlaku. cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara
relatif berbeda dalam keadaan tentram,
cara-cara preventif mungkin akan lebih efektif daripada penggunaan paksaan karena
di dalam masyarakat yang tentram, sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah
melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam diri para warga masyarakat.
Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Paksaan
lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam
keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk
kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun
demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat
diterapkan karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi
negatif, setidak-tidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif selalu akan
mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of social control berada di
dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan
pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan
mendarah daging serta berakar kuat. Di samping cara-cara tersebut di atas,
dikenal pula teknik-teknik seperti complution dan pervation. Di dalam
compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat
atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Pada
pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang sedemikian rupa
dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek
bawah sadar seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah
sikapnya sehingga serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu.
Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah
satu alat pengendalian sosial yang telah
melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang sudah kompleks. Hukum di
dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang biasanya dianggap
paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang berwujud
penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal. Berwujudan pengendalian sosial
mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi ataupun konsiliasi. Standar atau
patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan
penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini
kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga
inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada
pihak-pihak tertentu).Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah
kewajiban, di mana inisiatif untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan.
Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi karena pihak lawan melakukan
cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang sehingga
halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator. Berbeda dengan kedua hal
tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan
mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum terjadinya perkara
atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau siapa yang
kalah, tetapi yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan
bagi para pihak (yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi
dan konsiliasi, standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada
terapi, korban mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan
bantuan pihak-pihak tertentu, misalnya,
pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban kemudian sadar dengan
sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk
menyelesaikannya, baik secara kompromistis ataupun dengan mengundang pihak
ketiga. Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat
diselenggarakan pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang
diterapkan terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang dianggap paling
lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf selanjutnya adalah
menerapkan pengendalian sosial yang
keras. Di dalam proses tersebut, norma hukum sebaiknyaditerapkan pada tahap
terakhir apabila sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin
dicapai.
Gillin di dalam karyanya yang berhudul General Features of Social Institution,
telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai
berikut :
1.
Suatu
lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola- pola
perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan
hasil-hasilnya. lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata
kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung
maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2.
Suatu
tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu
sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami
suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama
karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang
berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus
dipelihara.
3.
Lembaga
kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin
tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga
yang bersangkutan apabila dipandang dari
sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi
sangat penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan
masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang
teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga tersebut, yaitu peranan
lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak diketahui
atau disadari setelah diwujudkan, yang kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga
perbudakan, yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang
semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
4.
Lembaga
kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan
lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan
antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat
sedemikian rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik.
Sebaliknya gergagi Indonesia baru memotong apabila didorong-dorong. Lambang-lambang
biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang
tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang
bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan
bersenjata, mempunyai panji-panji, perguruan-perguruan tinggi seperti
universitas, institut, dan lain-lainnya mempunyai lambang-lambangnya dan
lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau
slogan-slogan. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun
yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan
lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam
pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga
kemasyarakatan tersebut menjadi
bagiannya.
Tipe-Tipe Lembaga Kemasyarakatan
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai
sudut. Menurut Gillin dan Gillin :
·
Berdasarkansudut
perkembangannya :
a.
Crescive
Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
b.
Gugum
Gumilar, S.Sos.,MSi. Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Lembaga-lembaga yang
secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Contoh : hak milik,
perkawinan, agama, dsb.
c.
Enacted
Institution Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya
lembaga utang- piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan,
yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan
masyarakat
·
Dari
sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat:
a.
Basic
Institution, lembaga
kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata
tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga,
sekolah-sekolah, negara, dsb.
b.
Subsidiary
Institutions dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk
rekreasi.
·
Dari
sudut penerimaan masyarakat:
a.
Approved-Socially
Sanctioned Institutions Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti
sekolah, lembaga perdagangan, dsb.
b.
Unsanctioned
Institutions Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat
kadang-kadang tidak berhasil
memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
·
Dari
sudut penyebarannya :
a.
General
Institutions contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena
dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia.
b.
Restricted
Institutions Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted
Institutions, karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini.
·
Dari
sudut fungsinya :
a.
Operative
Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
b.
Gugum
Gumilar, S.Sos.,MSi. Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom berfungsi sebagai
lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai
tujuan lembaga yang bersangkutan.
c.
Restricted
Regulative bertujuan untuk mengatasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang
tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri.
Referensi :
- https://morinforent.wordpress.com/2014/04/06/lembaga-kemasyarakatan/
- http://gegesikkidul.cirebonkab.go.id/organisasi-desa/lembaga-kemasyarakatan/
- http://agam20211298.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-lembaga-kemasyarakatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar