Selasa, 08 Maret 2016

Hukum Adat

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Aneka Hukum Adat

Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
  1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
  2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
  3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan.

Sejarah Suku Betawi
 
1.       Asal Mula Betawi
Sebutan suku, orang, kaum Betawi, muncul dan mulai populer ketika Mohammad Husni Tamrin mendirikan perkumpulan "Kaum Betawi" pada tahun 1918. Meski ketika itu "penduduk asli belum dinamakan Betawi, tapi Kota Batavia disebut "negeri" Betawi.Asal mula Betawi terdapat berbagai pendapat, salah satunya ada yang mengatakan berasal dari kesalahan penyebutan kata Batavia menjadi Betawi.
Menurut Bunyamin Ramto, masyarakat Betawi secara geografis dibagi dua bagian, yaitu Tengah dan Pinggiran. Masyarakat Betawi Tengah meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia minus Tanjung Priok dan sekitarnya. Dari segi bahasa, terdapat banyak perubahan vokal a dalam suku kata akhir bahasa Indonesia menjadi e, misalnya bagaimana menjadi bagaimane.
Masyarakat Betawi Pinggiran, sering disebut orang sebagai Betawi Ora yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan selatan. Kaum Betawi Ora dalam beberapa desa di sekitar Jakarta berasal dari orang Jawa yang bercampur dengan suku-suku lain. Sebagian besar mereka itu petani yang menanam padi, pohon buah dan sayur mayur. Bagian utara meliputi Jakarta Utara, Barat, Tangerang yang dipengaruhi kebudayaan Cina, misalnya musik Gambang Kromong, tari Cokek dan teater Lenong. Bagian Selatan meliputi Jakarta Timur, Selatan, Bogor, dan Bekasi yang sangat dipengaruhi kuat oleh kebudayaan Jawa dan Sunda.Sub dialeknya merubah ucapan kata-kata yang memiliki akhir kata yang berhuruf a dengan ah, misal gua menjadi guah.
2.       Penduduk Betawi
Komunitas penduduk di Jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa Melayu, dikemudian hari disebut sebagai orang Betawi.Orang Betawi ini disebut juga sebagai orang Melayu Jawa. Merupakan hasil percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makasar, Ambon, Manado, Timor, Sunda, dan mardijkers (keturunan Indo-Portugis) yang mulai menduduki kota pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Di samping itu, juga merupakan percampuran darah antara berbagai etnis: budak-budak Bali, serdadu Belanda dan serdadu Eropa lainnya, pedagang Cina atau pedagang Arab, serdadu Bugis atau serdadu Ambon, Kapten Melayu, prajurit Mataram, orang Sunda dan orang Mestizo.
Sementara itu mengenai manusia Betawi purbakala, adalah sebagaimana manusia pulau Jawa purba pada umumnya, pada zaman perunggu manusia Betawi purba sudah mengenal bercocok tanam.Mereka hidup berpindah-pindah dan selalu mencari tempat hunian yang ada sumber airnya serta banyak terdapat pohon buah-buahan. Mereka pun menamakan tempat tinggalnya sesuai dengan sifat tanah yang didiaminya, misalnya nama tempat Bojong, artinya "tanah pojok".
Latar belakang jumlah penduduk atau pendukung budaya Betawi, pada masa lalu maupun sekarang tidak diketahui secara pasti. Catatan yang berasal dari tahun 1673 menunjukkan bahwa jumlah penduduk (dalam tembok kota) Jakarta adalah 27.068 jiwa. Jumlah ini terdiri atas orang "merdeka" dan "budak", yang banyaknya hampir seimbang. Penduduk di luar tembok kota berjumlah 7.286 jiwa. Mereka yang berada dalam tembok kota terdiri atas orang Mardijkers, Cina, Belanda, Moor, Jawa, Bali, Peranakan Belanda, dan Melayu. Golongan yang jumlahnya terbesar adalah Mardijkers (5.362 jiwa) dan yang terkecil Melayu (611 jiwa). Menurut proyeksi lebih baru tentang jumlah orang Betawi di Jakarta dan sekitarnya, jumlah orang Betawi pada tahun 1930 (menurut sensus) adalah 418.894 jiwa, dan pada tahun 1961 adalah 655.400 jiwa.
3.       Kebudayaan Betawi
Merupakan sebuah kebudayaan yang dihasilkan melalui percampuran antar etnis dan suku bangsa, seperti Portugis, Arab, Cina, Belanda, dan bangsa-bangsa lainnya.Dari benturan kepentingan yang dilatarbelakangi oleh berbagai budaya. Kebudayaan Betawi mulai terbentuk pada abad ke-17 dan abad ke-18 sebagai hasil proses asimilasi penduduk Jakarta yang majemuk. Menurut Umar Kayam, kebudayaan Betawi ini sosoknya mulai jelas pada abad ke-19. Yang dapat disaksikan, berkenaan dengan budaya Betawi diantaranya bahasa logat Melayu Betawi, teater (topeng Betawi, wayang kulit Betawi), musik (gambang kromong, tanjidor, rebana), baju, upacara perkawinan dan arsitektur perumahan.
Berdasarkan pemakaian logat bahasa, budaya Betawi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1)Betawi Pesisir, termasuk Betawi Pulo; 2) Betawi Tengah/Kota; 3) Betawi Pinggir; 4) Betawi Udik, daerah perbatasan dengan wilayah budaya Sunda. Jika pemetaan budaya disusun berdasarkan intensitas transformasi budaya Barat, maka terbagi menjadi tiga, yaitu: 1) Betawi Indo; 2) Betawi Tengah/Kota; 3) Betawi Pesisir, Pinggir, Udik.
4.          Kebiasaan Hidup Masyarakat Betawi
Gambaran beberapa kebiasaan hidup berkaitan dengan berkeluarga dan rumah masyarakat Betawi, khususnya di daerah Jakarta Timur/Tenggara dan lainnya. Khusus menyoroti berbagai etika yang harus dilaksanakan dalam hubungan antara pria bujang dengan gadis penghuni rumah. Awalnya laki-laki akan ngglancong bersama-sama kawannya, berkunjung ke rumah calon istrinya untuk bercakap-cakap dan bergurau sampai pagi. Hubungan tersebut tidak dilakukan secara langsung tetapi melalui jendela bujang atau jendela Cina. Si laki-laki duduk atau tiduran di peluaran (ruang depan) sedangkan si perempuan ada di dalam rumah mengintip dari balik jendela bujang. Perempuan juga tidak boleh duduk di trampa (ambang pintu). Ada kepereayaan "perawan dilamar urung, laki-laki dipandang orang", yang artinya perempuan susah ketemu jodoh dan kalau laki-laki bisa disangka berbuat jahat. Maksudnya, perempuan yang duduk di atas trampa dianggap memamerkan diri dan dipandang tidak pantas.Sementara apabila laki-laki yang melanggar trampa dapat dianggap sebagai orang yang yang bermaksud jahat.
Muncul juga istilah ngebruk, yaitu apabila laki-laki berani melangkahi trampa rumah (terutama rumah yang ada anak gadisnya) maka perjaka itu diharuskan mengawini gadis yang tinggal di rumah tersebut. Karena kalau tidak dikawinkan akan mendapat nama yang tidak baik dalam masyarakat. Pengertian ngebruk juga disebut "nyerah diri", dalam arti si laki-laki datang ke rumah perempuan yang ingin dinikahinya dengan menyerahkan uang atau pakaian.Hal ini dilakukan jika belum ada persetujuan terhadap hubungan itu atau karena kondisi keuangan yang belum memenuhi syarat.
B.      Deskripsi Proses Pernikahan Budaya Betawi
Adat betawi sedemikian mengatur bagaimana proses pernikahan. Dimulai sejak proses pria dan wanita mencetuskan keinginan untuk berketurunan, hingga proses hubungan seks suami dan istri. Kemudian pada tahap ‘berume-rume’ (berumahtangga) dikenal istilah ‘ngedelengin’, yaitu upaya menemukan kesamaan visi dan misi antara lelaki dan perempuan dalam rangka membina rumah tangga.
Untuk mencapai jenjang berumah tangga, orang betawi harus melalui beberapa proses.
1.       Ngedelengin (mak comblang)
Ngedelengin merupakan proses perkenalan calon atau masa pacaran atas sepengetahuan dan persetujuan orang tua. Setelah mereke bertemu dengan pasangan yang dirasa cocok, proses meminta ke pihak perempuan di lakukan oleh seseorang yang biasa disebut Mak Comblang. Jika terjadi kecocokan dengan pihak perempuan, maka si Gadis akan diberi uang sembe atau angpao. Mak Comblang akan melanjutkan dengan persiapan dan apa saja yang disyaratkan oleh pihak pria atau sering disebut bawaan ngelamar.
2.       Nglamar
Dalam adat pernikahan betawi, ngelamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dan pihak keluarga laki-laki untuk melamar wanita kepada pihak keluarga wanita.  Keputusan dari pihak wanita akan terjawab pada saat itu juga. Setelah itu, syarat dan prasyarat lamaran akan diutarakan oleh pihak wanita.
Adapun syarat yang harus disiapkan dalam proses ngelamar, yaitu :
1.       Sirih
2.       Pisang raja
3.       Roti tawar
4.       Hadiah lain
5.       Hadirnya orang-orang untuk mejadi saksi dan memperkuat keputusan yang dibuat oleh pihak wanita
3.       Bawa Tande Putus
Dalam adat pernikahan betawi, tande putus adalah sebuah tanda yang mengibaratkan anak wanita yang telah dilamar tidak boleh di ganggu oleh pihak manapun meskipun acara akad nihak masih jauh. Tande putus dapat berupa apa saja, yang mengisyaratkan sebuah ikatan resmi.
4.       Akad Nikah
Sebelum acara Akad nikah dalam adat pernikahan betawi, ada pra-akad nikah dimana prosesnya, sebagai berikut :
a.       Masa dipiare, yaitu suatu masa dimana calon none atau gadis yang akan menghadapi akad nikah dikontrol kegiatannya oleh tukang piare atau tukang rias.
b.      Acara mandiin, acara ini adalah acara untuk mempelai wanita dimana mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya dapat berjalan lancar.
c.       Acara tangas atau acara kum adalah acara mandi uap dengan tujuan memberisihkan sisa luluran yang berada di tubuh wanita. Mempelai wanita akan duduk dibawah bangku yang dibawahnya terdapat godokan rempah-rempah. Kurang lebih 30 menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat beraroma rempah.
d.      Acara Ngerik atau malam pacar
Acara untuk mempelai wanita memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.
Setelah acara pra-akad nikah selesai, prosesi akad nikah dapat dilakukan.Kedatangan mempelai pria dan keluarganya disambut dengan aneka petasan untuk memeriahkan suasana. Barang yang dibawa pada akad nikah tersebut antara lain :
1.       sirih nanas lamaran
2.       sirih nanas hiasan
3.       mas kawin
4.       miniatur masjid yang berisi uang belanja
5.       sepasang roti buaya
6.       sie atau kotak berornamen Cina untuk tempat sayur dan telor asin
7.       jung atau perahu cina yang menggambarkan arungan bahtera rumah tangga
8.       hadiah pelengkap
9.       kue penganten
10.   kekudang artinya suatu barang atau makanan atau apa saja yang sangat disenangi oleh gadis calon mantu sejak kecil sampai dewasa.
Dalam adat pernikahan betawi, setelah akad nikah selesai, mempelai pria akan membuka cadar yang menutupi muka mempelai wanita untuk memastikan apakah benar, yang ada dibalik cadar tersebut adalah wanita idamannya. Setelah itu baru mempelai wanita dan pria diperbolehkan duduk berdampingan serta di isi dengan acara-acara untuk menghibur kedua mempelai.
5.       Acara Negor
Satu hari setelah acara akad nikah, dalam adat pernikahan betawi, mempelai pria diperbolehkan untuk menginap di mempelai wanita, namun, tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.Namun tanggung jawab istri tetap dilakukan seperti menyiapkan makan, minum dan menyiapkan peralatan mandi.  Untuk menghadapi sikap none atau mempelai wanita tersebut, si pria harus memasang strategi dengan cara memberi Uang tegor yang diselipkan di bawah taplak meja.
6.       Pulang Tige Ari
Sebagai tanda kegembiraan dari pihak pria, dalam adat pernikahan betawi, orangtua pria atas kesucian yang telah di pelihara oleh pihak wanita, makan akan diberikan hadiah kepada pihak orangtua wanita. Setelah acara ini selesai makan tuan dan nyonye betawi berhak untuk tinggal serumah atau menetap di tempat yang telah disepakati berdua.
7.       Tradisi “Palang Pintu” dan Resepsi Meriah
Palang pintu merupakan acara upacara adat Betawi yang sangat menghibur.Palang Pintu merupakan kegiatan yang bertujuan saling mengenal antar keluarga dan maksud tujuan kedatangan.Kemudian sebagai syarat diterimanya calon mempelai pria, harus melewati dahulu palang pintu yang dijaga oleh jawara Betawi dari pihak calin mempelai wanita.
Acara ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai, tepatnya ketika rombongan calon pengantin pria baru sampai di depan kediaman calon pengantin wanita. Rombongan calon pengantin pria akan dihadang oleh keluarga calon pengantin wanita. Para jagoan calon pengantin pria harus melawan jagoan dari pihak calon mempelai wanita.
Para penjaga pintu mempelai wanita kemudian membuka percakapan dengan sejumlah pantun.Selanjutnya, perwakilan mempelai pria membalas pantun tersebut. Dialog pantun dikumandangkan dengan sangat meriah dan mengundang tawa hadirin. Isi pantun biasanya tanya jawab seputar maksud dan tujuan pihak pria.
Setelah itu, seorang wakil pengantin perempuan menantang adu silat salah satu orang dari pihak lelaki. Prosesi tersebut menyimbolkan upaya keras mempelai laki-laki untuk menikah dengan sang pujaan hati. Uniknya, setiap petarungan silat, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin pria.
Selain adu pantun dan adu silat, calon pengantin pria juga ditantang kebolehannya membaca Al Quran.Dan setelah semua ujian telah dilewati dengan memenangkan ujian-ujian tersebut, akhirnya palang pintu dapat dibuka dan dimasuki oleh calon mempelai pria.
Setelah akad nikah dilakukan, resepsi pernikahan berlangsung dengan tradisi meriah.Pernak-pernik wajib khas Betawi yaitu ondel-ondel serta dekorasi warna-warni. Musik akan diiringi oleh suara tanjidor dan marawis (rombongan pemain rebana dan nyayian menggunakan bahasa arab). Selain itu, dimainkan pula keroncong dan gambang kromong khas Betawi.
Pengantin pria maupun pengantin wanita mengenakan pakaian kebesaran pengantin dan dihias. Dari gaya pakaian pengantin Betawi, ada dua budaya asing yang melekat dalam prosesi pernikahan. Pengantin pria dipengaruhi budaya Arab.Sedangkan busana pengantin wanita dipengaruhi adat Tionghoa.

 Referensi :

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
  • https://www.google.co.id/search?site=webhp&q=hukum+adat+betawi&oq=hukum+adat+betawi&gs_l=serp.3..0j0i22i30l9.373897.381410.0.382117.7.7.0.0.0.0.674.1670.0j1j1j5-2.4.0....0...1c.1.64.serp..3.4.1669.bvtKphwz1Yg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar